Setiap manusia pasti mempunyai pikiran yang darinya dia akan menghasilkan ide-ide brilian yang dapat mengubah dunia....

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Segenap Keluarga Besar HMI Komisariat STMA Trisakti mengucapkan :

Selamat ulang tahun yang ke 62 untuk HMI..
Semoga dapat segera menemukan kembali jati dirinya. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Selasa, Februari 17, 2009

REFLEKSI 62 TAHUN: BUBARKAN HMI!

Oleh: Pradikta Dwi Anthony


PENDAHULUAN
62 tahun merupakan usia yang sudah cukup tua untuk ukuran sebuah makhluq (sesuatu yang diciptakan), baik yang bersifat mekanis maupun yang bersifat organis. Tidak dapat dipungkiri bahwa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi mahasiswa ekstra universiter tertua di Indonesia, karena hari ini (5/2) usianya genap 62 tahun, bahkan banyak yang mengatakan kalau HMI juga merupakan organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Namun apakah ukuran kebesaran dari HMI, kuantitas ataukah kualitas? Memang dengan jumlah anggota yang tersebar hampir di setiap perguruan tinggi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa secara kuantitas HMI merupakan organisasi terbesar di Indonesia. Namun secara substansi, klaim suatu organisasi itu besar atau tidak bukan dilihat dari segi kuantitasnya, tetapi dari segi kualitasnya yaitu intelektualitas dan seberapa besar memberikan pengaruh dan kontribusi untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 9 Anggaran Dasar HMI menyebutkan bahwa “HMI merupakan organisasi perjuangan”, sementara Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya “Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam” menuliskan bahwa setiap organisasi perjuangan harus memiliki sekurang-kurangnya lima anasir inti organisasi, yaitu dasar yang tegas; tujuan yang jelas; pimpinan yang representatif; anggota yang konkrit; dan usaha yang positif kreatif. Oleh karena itulah, HMI sebagai organisasi perjuangan harus memiliki minimal kelima anasir inti organisasi di atas. Pertanyaannya kemudian adalah, sudahkah HMI memiliki itu semua dan dijalankannya? Mari kita coba bedah lalu analisis mengenai hal tersebut dan eksisitensi HMI selama 62 tahun ini melalui sedikit tinjauan yang penulis sebut filosofis-historis-konstitusional.

PEMBAHASAN
1. Dasar (Azas) Yang Tegas

Jika dilihat dari nama juga dalam Pasal 3 Anggaran Dasar-nya yang menyebutkan bahwa ”HMI berazaskan Islam”, meniscayakan bahwa setiap aktivitas organisasi HMI, baik internal maupun eksternal, haruslah mengandung nilai-nilai keislaman (Islami). Sejarah menyebutkan bahwa HMI lahir ketika bangsa dan negara Indonesia sedang dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya dari kolonialis-kolonialis asing.
Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, bukanlah suatu sebab utama dipilihnya Islam sebagai azas HMI ataupun karena para pendirinya adalah seorang muslim. Menurut penulis, pemilihan Islam sebagai azas HMI lebih karena Islam adalah suatu ajaran (agama) yang benar dan universal, dimana faktor agama Islam (’aqidah, syari’ah dan akhlaq) itu sendiri, pada awal mula masuknya Islam di Indonesia, ternyata lebih bisa dan banyak “berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat Indonesia serta dinilai membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia .
Namun, cita-cita yang dibangun oleh para founding fathers (pendiri)-nya agar HMI berazaskan Islam akan sangat sia-sia dan tidak bermakna bila realitanya ternyata sangat bertentangan dengan ide/cita-citanya itu. Penjajahan sebagai salah satu musuh besar Islam ternyata masih saja terjadi di Indonesia dewasa ini, entah itu oleh pihak asing maupun oleh bangsanya sendiri. Indikasi pengidapan sipilis (sekularisme-pluralisme-liberalisme) oleh para “HMI-ers” pun sangat kentara, hal ini dapat dilihat dari perilaku anggotanya yang terlalu struktural-materialistis.
Islam sebagai suatu dasar (azas/ideologi) organisasi ini pun hanya dipahami sebagai suatu perangkat nilai yang strategis, dimana Islam tidak perlu di demonstrasikan secara tegas bila akan memberikan implikasi yang negatif akibat berbenturan dengan realitas sosial/kekuasaan yang ada, demi kepentingan oknum-oknumnya. Dengan begini, masihkah HMI memiliki dasar yang tegas?


2. Tujuan Yang Jelas
Secara filosofis, rumusan tentang tujuan suatu organisasi haruslah stasioner tidak boleh merupakan suatu proses, karena setiap proses bukanlah tujuan, melainkan usaha; sedangkan usaha itu bukanlah tujuan. Ada berbagai macam tujuan: tujuan terakhir, tujuan intermedier dan tujuan jangka dekat. Ada tujuan umum di samping tujuan khusus. Ada tujuan urgen, tujuan insindental, dan seterusnya. Tujuan yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar Organisasi haruslah tujuan terakhir (tujuan umum) organisasi termaksud. Oleh karena itulah, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahuwata’ala” merupakan tujuan HMI yang terdapat dalam Pasal 4 Anggaran Dasar HMI, yang merupakan suatu konsekuensi logis HMI sebagai organisasi mahasiswa yang berazaskan Islam.
Di dalam melaksanakan usahanya dalam rangka mencapai tujuan akhir (ultimate goal)-nya, unsur pimpinan haruslah menggunakan Strategi, Taktik dan Teknik perjuangan. Dimana hubungan antara ketiganya ialah fungsi teknik adalah untuk memenangkan taktik, fungsi taktik adalah untuk memenangkan strategi dan fungsi strategi adalah untuk memenangkan dan menjayakan Prinsip (Dasar dan Tujuan asasi) organisasi tersebut . Dasar dan Tujuan terakhir perjuangan ummat Islam adalah masalah Prinsip. Islam sebagai Prinsip perjuangan HMI haruslah mempunyai nilai kekal abadi, tidak berubah dengan pergantian waktu dan peralihan tempat apalagi oleh “kepentingan”.
Namun setelah lebih dari 62 tahun berdiri apakah tujuan HMI telah tercapai, minimal dalam lingkup yang paling kecil? Ketidakadilan yang berupa kesenjangan antara si kaya dan miskin yang terlalu jauh, ketidakadilan dalam pemenuhan hak-hak dan kewajiban juga ketidakadilan untuk mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan merupakan beberapa contoh dari banyaknya ketidakadilan yang ada di negara ini, yang sayangnya cukup untuk menisbahkan bahwa HMI hampir tidak berbuat apa-apa dalam pemenuhan tujuannya. Entah hal ini disebabkan karena kesalahan dalam penggunaan strategi, taktik atau pun teknik, yang jelas HMI saat ini tidaklah memiliki tujuan yang jelas karena tidak pernah terwujud.

3. Pimpinan Yang Representatif, Anggota Yang Konkrit dan Usaha Yang Positif Kreatif
Proses regenerasi dalam suatu organisasi pada umumnya sama, yaitu menggunakan suatu sistem demokrasi determinis (sistem suara) sehingga dianggap menghasilkan suatu keputusan (pimpinan baru) yang representatif. Terkait dengan cara-cara untuk melakukan hal ini biasanya disebut dengan politik (suatu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan) .
Dalam rangka memanfaatkan negara/institusi lainnya sebagai media realisasi amanat khilafat dan sebagai alat pengabdian kepada Allah Subhanahuwata’ala, maka seharusnya politik adalah salah satu−bukan satu-satunya−aspek penting dalam perjuangan ummat Islam; berjuang tidak identik dengan berpolitik; dan politik bukanlah sentral perjuangan ummat Islam. Sehingga sebagai organisasi mahasiswa Islam, HMI sebagai organisasi perjuangan seharusnya tidak serta-merta berduyun-duyun menjadikan poltik sebagai satu-satunya tempat untuk berjuang dalam mencapai tujuannya. Terlebih lagi tidak seharusnya HMI dalam berpolitik merujuk kepada definisi politik secara an sich sehingga menegasikan moral dalam berpolitik serta menjadi seorang yang opportunis-pragmatis dan melaksanakan semboyan: Tujuan menghalalkan cara (The ends justifies the means) .
Yang terpenting dari proses regenerasi demi mendapatkan suatu pimpinan yang representatif bukanlah pada hasilnya, namun pada cara-cara untuk mencapai posisi pemimpin tersebut. Dalam sistem Islam dikenal suatu sistem yang bernama khilafah/khalifah, dimana dalam sistem ini yang berhak untuk memegang tongkat kepemimpinan tidaklah dilihat dari unsur banyaknya harta, trah (silsilah), kedekatan dengan seseorang yang berpengaruh/pemimpin sebelumnya dan lain-lain. Tetapi didasarkan kepada iman, ilmu dan amalnya, sehingga pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang memiliki visi profetik (kenabian), yang biasanya tidak hanya representatif karena mengajukan/mencalonkan diri namun representatif (bahkan mutlak) didaulat oleh seluruh warganya.
Sementara itu, seharusnya dalam proses regenerasi di tubuh organisasi (HMI) tidak hanya tentang regenerasi kepemimpinan, tetapi seharusnya juga membahas mengenai apa, bagaimana dan seperti apa organisasi ini nantinya ke depan, yang akan berimplikasi terhadap keputusan-keputusan internal dan eksternal organisasi demi kemaslahatan ummat. Namun ternyata yang ada dan paling substansial dalam proses regenerasi tersebut (Kongres, dll) hanya sebatas perhelatan pemilihan pemimpin baru yang sangat kental dengan definisi politik secara an sich dan sedikit baku hantam.
Dalam konteks hubungan antara organisasi dengan anggotanya, maka dapat dianalogikan bahwa anggota adalah nyawa yang berkehendak sedangkan organisasi adalah jasadnya untuk berkehendak. Anggota yang konkrit merupakan suatu kemestian organisasi formal seperti HMI, karena tanpa anggota yang konkrit tersebut HMI hanyalah berupa simbol: lambang dan nama organisasi. Lalu bagaimana jika ternyata di dalam HMI masih terdapat banyak perangkat-perangkat organisasi yang inkonstitusional, seperti adanya ghost rider? Dimana hal ini dapat dilihat dari adanya suatu fakultas dalam sebuah perguruan tinggi yang sudah ditutup sekian lama, namun nama perangkat organisasi (Komisariat dan anggota)-nya tetap diakui dan dilegalkan; jumlah anggota yang ada dalam suatu wilayah (kota, fakultas, perguruan tinggi) tidak mencukupi kuota minimal namun tetap tidak diturunkan statusnya; dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut di atas akan menjadi sangat wajar jika saja benar bahwa pucuk pimpinan dalan HMI yang dianggap representatif tadi dipilih berdasarkan banyaknya harta, trah (silsilah), atau kedekatan dengan seseorang yang berpengaruh/pemimpin sebelumnya, bukan karena ia memiliki kapabilitas sebagai seorang pemimpin versi Islam.
Inikah maksud dari pimpinan yang representatif, anggota yang konkrit dan usaha yang positif kreatif dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi yang berazaskan Islam dan memiliki tujuan yang mulia seperti HMI? Kita rasa tidak.

KESIMPULAN
Melihat anasir-anasir inti organisasi yang telah kita bedah lalu analisis di atas, dimana anasir tersebut adalah suatu syarat umum untuk eksis/diakuinya suatu organisasi secara substansial, yang ternyata memberikan kesimpulan bahwa HMI tidak memiliki dasar (azas/ideologi) yang tegas; HMI tidak memiliki tujuan yang jelas; HMI tidak memiliki pemimpin yang representatif (secara substansial Islam); HMI tidak memiliki anggota yang konkrit; dan HMI tidak memiliki usaha yang positif kreatif, maka hanya ada 2 pilihan untuk HMI ke depannya, yaitu bubarkan dan/atau bubarkan.
Itulah dua pilihan yang mungkin sangat berat untuk “HMI-ers”, namun itulah pilihan yang terbaik. Kesadaran setiap manusia, pasti berkata bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara cita/ide (konsep; gagasan; harapan) dengan realitas yang ada dan manusia pasti akan mengikuti sesuatu yang dianggapnya sebuah kebenaran. Dengan ketidaksesuaian antara konsep/cita-cita awal berdirinya HMI dengan realitas saat ini, kita harus mengakui bahwa HMI bukanlah sebuah kebenaran sehingga layak untuk dibubarkan, terlebih lagi dengan tidak adanya minimal lima anasir inti dalam sebuah organisasi di atas.
Karena yang tersedia hanya dua pilihan tersebut, maka untuk kebaikan HMI dan Indonesia nantinya mari kita bersama-sama BUBARKAN HMI! Kita bubarkan (dekonstruksi) HMI yang majazi, yaitu HMI yang tidak memiliki dasar (azas; ideologi) yang tegas; HMI yang tidak memiliki tujuan yang jelas; HMI yang tidak memiliki pemimpin yang representatif (secara substansial Islam); HMI yang tidak memiliki anggota yang konkrit; HMI yang tidak memiliki usaha yang positif kreatif, HMI yang tidak berkontribusi untuk masyarakat; dan HMI yang tidak membela kaum mustadz’afin, kemudian kita bangun kembali (rekonstruksi) HMI yang sebenar-benarnya HMI, yaitu HMI yang hakiki.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan mereposisi pemahaman Islam sebagai azas dan ideologi HMI, yaitu dari pemahaman Islam sebagai perangkat nilai yang strategis menjadi pemahaman Islam sebagai kerangka ideologi yang dijadikan sumber inspirasi, motivasi sampai kepada pembentuk kerangka gerak. Dimana dengan pemahaman ini, aktivitas organisasi tidak akan banyak terpengaruh oleh berbagai dinamika perubahan realitas sosial yang ada atau pun struktur kekuasaan. Kalaupun ada tekanan dari hal-hal tersebut yang memberikan implikasi negatif terkait eksistensinya sebagai organisasi Islam, maka ia akan memperlihatkan kecenderungan melawan demi mempertahankan Islam sebagai ideologinya. Karena seharusnya seperti inilah pemahaman Islam sebagai ideologi yang dianut HMI, Islam yang sebenarnya Islam.
Kita harus memiliki suatu bentuk kesadaran versi ahli psikologi Mandler (1984), “Kesadaran berfokus pada kesenangan baru atau satu kondisi ‘di luar kebiasaan’, dimana tidak seimbangnya harapan dan realitas” dan Sartre pernah mengatakan, kita harus melakukan pasifitas aktif. Kita harus aktif di tengah cetakan pasif yang ada ini. Sehingga kita dapat membangun kembali egalitarian perkaderan dan mengembalikan konsepsi perkaderan ke dasar awal kelahirannya, yaitu perkaderan dengan sosok dan profil yang profetik (kenabian), ummi sebagaimana yang diamanatkan oleh landasan teologis organisasi ini. Perkaderan yang siap mencetak kader-kader basis yang mampu menjawab setiap kebutuhan marginalisasi masyarakat.
Jika teori siklus peradaban mengatakan bahwa peradaban itu lahir, tumbuh, berkembang, mengalami kejayaan, mundur lalu mati (hancur), maka inilah saatnya bagi HMI yang majazi untuk hancur. Dan bagi siapa saja yang merasa tergugah untuk membubarkan HMI yang majazi, mulai dari sekarang bergeraklah untuk melakukan perubahan itu. Namun jangan sampai wacana perubahan lagi-lagi hanya menjadi diskursus semata, terutama dalam wilayah internal organisasi, karena Karl Marx pun sangat membenci orang yang hanya berdiskusi/membicarakan tentang hakikat sesuatu tetapi lupa/tidak melakukan perubahan. Berikanlah “konkritisasi” terhadap wacana tersebut lalu sebarluaskan ke semua pihak, sehingga sebab-sebab untuk hancurnya HMI yang majazi menjadi lengkap dan terciptalah HMI yang hakiki demi “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahuwata’ala”. Amin. Yakin Usaha Sampai.

−Bersyukur dan Ikhlas−

1 komentar:

Unknown mengatakan...

1. Saya ucapkan selamat ulang tahun
untuk HMI secara lembaga , karena tujuan dan cita - cita HMI secara lembaga tidak meleset dan secara pasti bertujuan kepada kebaikan. Namun terkadang bila ada error dan kesalahan adalah dari user (anggota-HMI , termasuk saya juga dulunya mungkin). saya setuju dengan tulisan bahwa memang perlu ada revitalisasi tujuan yang jelas dalam ber HMI termasuk bagaimana mahasiswa menjawab tantangan zaman secara horizontal . karena secara vertikal mungkin HMI memiliki infra struktur yang sudah mumpuni . Namun secara horizontal , bicara pembinaan anggota dan konsep yang lebih matang pada sisi akademis , professional dan keislaman sudut pandang saya pribadi masih melihat disini banyak kekurangan . karena fungsi kontrol ber-HMI yang cenderung lemah . HMI hanya memproduksi SDM namun belum bisa masuk pada sisi kontroling anggota - anggotanya .
Semoga para senior dalam labelling Cabang , Badko atau PB bisa melakukan hal ini lebih baik lagi . Besar harapan keumattan dan kebangsaan lahir dari rahim HMI ke depannya . Apapun yang terjadi , buatlah goal setting karya intelektual . bukan karya politik ataupun karya kerusakan di muka bumi Indonesia . Jadilah perekat bangsa , problem solver bagi keresahan bangsa dan ummat ISLAM yang saat ini sedang diinjak - injak.

salam nasionalis dan religius.

Akmal B.Y [A.B.Y]
caleg muda demokrat DPRD DKI Jakarta
http://aby2009.co.cc
email : aby.indonesia@gmail.com
phone: 08999-324-134

Jika ingin menerima pemberitahuan mengenai postingan baru, masukkan alamat email Anda dibawah...

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

This Day In A History...

 
Date Conversion
Gregorian to Hijri Hijri to Gregorian
Day: Month: Year